PARADOX KARIR(Dari riset Global “2023 Career Perspectives: A Study in Paradox by GP Strategies”)By Ali Damanik

WhatsApp Image 2023-10-09 at 12.01.16

Sebelum pandemi, cara pandang terhadap karir sudah mulai banyak bergeser dibanding generasi sebelumnya. Pandemi menjadi badai yang memporakporandakan banyak tatanan, keyakinan dan cara pandang pekerja terhadap tempat kerjanya, organisasi terhadap karyawannya, utamanya soal karir.

Prioritas dan nilai-nilai pribadi tiba-tiba jadi lebih penting, hybrid-work bukan lagi pilihan tapi bagi sebagian keharusan, pengusaha dan karyawan sama-sama sensitif terhadap isu wellness di tempat kerja, dan lain-lain

Apa yang tersisa setelah badai pandemi berlalu?

Ada banyak keresahan, baik dari pekerja dan pemberi kerja yang menghantui, terkait dengan budaya, skill, sistem kerja dan lain-lain. Situasi yang sebetulnya tidak menguntungkan baik untuk pekerja maupun pemberi kerja (pengusaha/ perusahaan) yang lagi sama-sama membutuhkan rasa tenang setelah badai.

Organisasi membutuhkan karyawan yang berada dalam kondisi terbaik mereka. Organisasi membutuhkan karyawan untuk berkontribusi. Dan karyawan ingin puas dengan pekerjaan yang mereka lakukan.

Apa yang harus dilakukan?

Riset global GP Strategies terbaru terhadap 2000 orang karyawan di seluruh dunia memberikan empat insight terkait karir yang menjadi paradox sebagai berikut:

Paradox 1: Saya lebih engage dalam pekerjaan jika sedang berbicara tentang pekerjaan saya dan masa depan saya

Banyak organisasi percaya bahwa mereka harus membuat program engagement yang keren dan ngga ketinggalan zaman. Padahal faktanya engagement driver (pendorong utama engagement) di tempat kerja adalah diri mereka (karyawan) sendiri, terutama kebutuhan mereka untuk terus tumbuh dan berkembang.

Organisasi selayaknya memfasilitasi sebuah percakapan terkait terkait hal ini (career development conversation) dengan para karyawannya. Sayangnya banyak pemimpin di organisasi menghindari topik yang sensitif ini karena tidak percaya diri atau tidak tahu bagaimana cara melakukannya, termasuk membedakannya dengan berbicara tentang urusan pekerjaan teknis sehari-hari. Lagi pula mereka masih banyak bingung tentang karir mereka sendiri di organisasi.

Paradox 2: Nilai-nilai (values) dan kekuatan (strengths) penting untuk pekerjaan saya saat ini, tetapi financial reward penting untuk pekerjaan saya berikutnya

Dari hasil riset terungkap bahwa karyawan akan senang bekerja dengan anda jika nilai-nilai pribadinya diapresiasi dan diakomodasi dalam bekerja, akan tetapi bukan berarti imbalan uang tidak penting. Mereka akan tetap senang dan loyal bekerja dengan Anda jika mereka diberi kesempatan untuk mengekspresikan nilai-nilai itu dan juga kekuatan-kekuatan unik generasi mereka sambil pada saat yang bersamaan, mereka berharap di perhatikan kesejahteraan finansialnya.

Kalaupun mereka pergi, biasanya itu semata-mata karena pertimbangan finansial saja.

Organisasi tentu tidak dapat setiap saat meng-adjust financial reward system, tetapi para pemimpin di dalamnya seharusnya bisa lebih fleksibel dan kreatif mengakomodasi dan mengapresiasi values, strengths dan uniqueness karyawan dalam interaksi sehari-hari.

Dengan cara apa? Lagi-lagi percakapan. Yang formal secara konten, tetapi informal pendekatan dan caranya. Yang tidak menggurui tetapi menumbuhkan inspirasi.

Paradox 3: Tanyakan sesering mungkin apa yang saya inginkan – dan beri tahu saya apa yang diinginkan organisasi

Secara global, lebih dari 80% karyawan di semua level (individual contributor maupun people leader) berharap ada percakapan yang rutin dengan atasannya. Minimal 4 kali dalam setahun, di setiap awal quarter. Dan ini data yang konsisten dari tahun ke tahun.

Dengan kata lain, percakapan dan komunikasi rutin adalah memang kebutuhan dasar. Disini semua urusan terkait karir dan kejelasan karir bermula. Bukan di konsep besar terkait career management. Karena konsep itu boleh jelas, tetapi buat karywan menjadi tidak jelas karena tidak pernah diperbincangkan secara rutin dengan cara yang asik.

Adapun tentang apa yang diinginkan organisasi, para pemimpin diminta untuk menjadi “connector” antara apa yang diinginkan dan dituntut organisasi dengan talent-talent unik yang ada dibawahnya.

Paradox 4: Prioritas (pekerjaan) saat ini menghalangi saya dari memprioritaskan perkembangan karier saya

Mereka ingin memprioritaskan perkembangan karir (75% dari responden) tetapi hanya 40% yang melakukannya. Sisanya mengatakan tidak punya waktu karena sudah terlalu sibuk dengan pekerjaan hariannya. Ada paradox besar antara keinginan untuk berkembang dengan kenyataan kesibukan sehari-hari yang tidak bisa ditinggal.

Ini paradoks klasik di dalam organisasi, antara keinginan untuk maju dan berkembang yang membutuhkan investasi (waktu, biaya dan tenaga) dan inovasi vis a vis kebutuhan rutin bisnis yang membiayai investasi tersebut yang tidak bisa ditinggal.

Organisasi perlu berkomitmen membangun budaya pengembangan, yang memang tidak mudah, tetapi bisa dilakukan jika para pemimpinnya menyadari manfaat besar di kemudian hari.

PS : Jika ingin mengetahui Report detilnya silahkan hubungi (085716430656)

    Posted in